Tampilkan postingan dengan label pancasila. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label pancasila. Tampilkan semua postingan

Integrasi Nasional - Pengertian | Faktor Pendorong dan Penghambat | Contoh | Bentuk

Integrasi Nasional - Lambang Garuda Pancasila


Integrasi nasional adalah upaya menyatukan seluruh unsur suatu bangsa dengan pemerintah dan wilayahnya (saafroedin bahar, 1998). “mengintegrasikan berarti membuat atau menyempurnakan dengan jalan terpusah-pisah. 


Menurut howard wrigins (1996), integrasi berarti penyatuan bangsa-bangsa yang berbeda dari suatu masyarakat menjadi suatu keseluruhan yang lebih utuh atau memadukan masyarakat-masyarakat kecil yang banyak menjadi suatu bangsa. Jadi menurutnya, integrasi bangsa dilihatnya sebagai peralihan dari banyak masyarakat kecil menjadi suatu masyarakat yang besar.


Sunyoto Usman (1998) menyatakan bahwa suatu kelompok masyarakat dapat terintegrasi apabila :

  • Masyarakat dapat menentukan dan menyepapakati nilai-nilai fundamental yang dapat dijadikan rujukan bersama
  • Masyarakat terhimpun dalam unit sosial sekaligus memiliki “croos cutting loyality”
  • Masyarakat berada saling ketergantungan diantara unit-unit sosial yang terhimpun di dalamnya dalam memenuhi kebutuhan ekonomi.



Pengertian Integrasi Nasional

Integrasi berasal dari bahasa inggris “integration” yang berarti kesempurnaan atau keseluruhan. Intergasi sosial dimaknai sebagai proses penyesuaian di antara unsur-unsur yang saling berbeda dalam kehidupan masyarakat yang memiliki keserasian fungsi. Integrasi sosial akan terbentuk apabila sebagian besar masyarakat memiliki kesepakatan tentang batas-batas teritorial, nilai-nilai, norma-norma, dan pranata-pranata sosial.


Di Indonesia istilah integrasi masih sering disamakan dengan istilah pembauran atau asimilasi, padahal kedua istilah tersebut memiliki perbedaan. Integrasi diartikan dengan integrasi kebudayaan, integrasi sosial, dan pluralisme sosial. Sementara pembauran dapat berarti penyesuaian antar dua atau lebih kebudayaan mengenai berapa unsur kebudayaan (cultural traits) mereka yang berbeda atau bertentangan, agar dapat dibentuk menjadi suatu sistem kebudayaan yang selaras (harmonis). 

 

Caranya adalah melalui difusi (penyebaran), dimana unsur kebudayaan baru diserap ke dalam suatu kebudayaan yang berada dalam keadaan konflik dengan unsur kebudayaan tradisional tertentu. Cara penanggulangan masalah konflik adalah melalui modifikasi dan koordinasi dari unsur - unsur kebudayaan baru dan lama. Inilah yang disebut sebagai Integrasi Sosial (Theodorson & Theodorson, 1979 dalam Danandjaja, 1999).


Integrasi nasional adalah usaha dan proses mempersatukan perbedaan perbedaan yang ada pada suatu negara sehingga terciptanya keserasian dan keselarasan secara nasional. Seperti yang kita ketahui, Indonesia merupakan bangsa yang sangat besar baik dari kebudayaan ataupun wilayahnya. Di satu sisi hal ini membawa dampak positif bagi bangsa karena kita bisa memanfaatkan kekayaan alam Indonesia secara bijak atau mengelola budaya budaya yang melimpah untuk kesejahteraan rakyat, namun selain menimbulkan sebuah keuntungan, hal ini juga akhirnya menimbulkan masalah yang baru.


Tentang integrasi, myron weiner (1971) memberikan lima definisi mengenai integrasi yaitu :

  • Integrasi menunjuk pada proses penyatuan berbagai kelompok budaya dan sosial dalam suatu wilayah dan proses pembentukan identitas nasional, membangun rasa kebangsaan dengan cara menghapus kesetiaan pada ikatan-ikatan yang yang lebih sempit.
  • Integrasi menunjuk pada masalah pembentukan wewenang kekuasaan nasional pusat diatas unit-unit sosial yang lebih kecil yang betanggotakan kelompok-kelompok sosial budaya masyarakat tertentu.
  • Integrasi menunjuk pada masalah menghubungkan antara pemerintah dengan yang diperintah. Mendekatkan perbedaan-perbedaan mengenai aspirasi dan nilai pada kelompok elit dan massa.
  • Integrasi menunjuk pada adanya konsensus terhadap nilai yang minimum yang diperlukan dalam memelihara tertib sosial.
  • Integrasi menunjuk pada penciptaan tingkah laku yang terintegrasi dan yang diterima demi mencapai tujuan bersama.



Faktor-Faktor Pendorong Integrasi Nasional

  • Faktor sejarah yang menimbulkan rasa senasib dan seperjuangan.
  • Keinginan untuk bersatu di kalangan bangsa Indonesia sebagaimana dinyatakan dalam Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928.
  • Rasa cinta tanah air di kalangan bangsa Indonesia, sebagaimana dibuktikan perjuangan merebut, menegakkan, dan mengisi kemerdekaan.
  • Rasa rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan Negara, sebagaimana dibuktikan oleh banyak pahlawan bangsa yang gugur di medan perjuangan.
  • Kesepakatan atau konsensus nasional dalam perwujudan Proklamasi Kemerdekaan, Pancasila dan UUD 1945, bendera Merah Putih, lagu kebangsaan Indonesia Raya, bahasa kesatuan bahasa Indonesia.



Tipe Integrasi Nasional

Myron Weiner membedakan lima tipe integrasi nasional, yaitu: 

  • integrasi wilayah, 
  • integrasi nilai, 
  • integrasi elit massa, 
  • dan integrasi tingkah laku (tindakan integratif).

 

 

Faktor Penentu Tingkat Integrasi Suatu Bangsa

Howard Wriggins (1996) menyebut adanya pendekatan atau cara bagaimana para pemimpin politik mengembangkan integrasi bangsa. Kelima pendekatan yang selanjutnya disebut sebagai faktor yang menentukan tingkat integrasi suatu bangsa yaitu :

  • Adanya ancaman dari luar
  • Gaya politik kepemimpinan
  • Kekuatan lembaga-lembaga politik
  • Ideologi nasional
  • Kesempatan pembangunan ekonomi



Faktor-Faktor Penghambat Integrasi Nasional

  • Masyarakat Indonesia yang heterogen (beraneka ragam) dalam faktor-faktor kesukubangsaan dengan masing-masing kebudayaan daerahnya, bahasa daerah, agama yang dianut, ras dan sebagainya.
  • Wilayah negara yang begitu luas, terdiri atas ribuan kepulauan yang dikelilingi oleh lautan luas.
  • Besarnya kemungkinan ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan yang merongrong keutuhan, kesatuan dan persatuan bangsa, baik yang berasal dari dalam maupun luar negeri.
  • Masih besarnya ketimpangan dan ketidakmerataan pembangunan dan hasil-hasil pembangunan menimbulkan berbagai rasa tidak puas dan keputusasaan di masalah SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antar-golongan), gerakan separatisme dan kedaerahan, demonstrasi dan unjuk rasa.
  • Adanya paham “etnosentrisme” di antara beberapa suku bangsa yang menonjolkan kelebihan-kelebihan budayanya dan menganggap rendah budaya suku bangsa lain.



Contoh Wujud Integrasi Nasional

  • Pembangunan Taman Mini Indonesia Indah (TMII) di Jakarta oleh Pemerintah Republik Indonesia yang diresmikan pada tahun 1976. Di kompleks Taman Mini Indonesia Indah terdapat anjungan dari semua propinsi di Indonesia (waktu itu ada 27 provinsi). Setiap anjungan menampilkan rumah adat beserta aneka macam hasil budaya di provinsi itu, misalnya adat, tarian daerah, alat musik khas daerah, dan sebagainya.
  • Sikap toleransi antarumat beragama, walaupun agama kita berbeda dengan teman, tetangga atau saudara, kita harus saling menghormati.
  • Sikap menghargai dan merasa ikut memiliki kebudayan daerah lain, bahkan mau mempelajari budaya daerah lain, misalnya masyarakat Jawa atau Sumatra, belajar menari legong yang merupakan salah satu tarian adat Bali. Selain anjungan dari semua propinsi di Indonesia, di dalam komplek Taman Mini Indonesia Indah juga terdapat bangunan tempat ibadah dari agama-agama yang resmi di Indonesia, yaitu masjid (untuk agama Islam), gereja (untuk agama Kristen dan Katolik), pura (untuk agama Hindu) dan wihara (untuk agama Buddha). Perlu diketahui, bahwa waktu itu agama resmi di Indonesia baru 5 (lima) macam.



Contoh-Contoh Pendorong Integrasi Nasional

  • Adanya rasa keinginan untuk bersatu agar menjadi negara yang lebih maju dan tangguh di masa yang akan datang.
  • Rasa cinta tanah air terhadap bangsa Indonesia
  • Adanya rasa untuk tidak ingin terpecah belah, karena untuk mencari kemerdekaan itu adalah hal yang sangat sulit.
  • Adanya sikap kedewasaan di sebagian pihak, sehingga saat terjadi pertentangan pihak ini lebih baik mengalah agar tidak terjadi perpecahan bangsa.
  • Adanya rasa senasib dan sepenanggungan
  • Adanya rasa dan keinginan untuk rela berkorban bagi bangsa dan negara demi terciptanya kedamaian



Bentuk Integrasi Nasional sebagai berikut

  • Asimilasi, yaitu pembauran kebudayaan yang disertai ciri khas kebudayaan asli.
  • Akulturasi, yaitu penerimaan sebagian unsur-unsur asing tanpa menghilangkan kebudayaan asli



Pentingnya Integrasi Nasional

Masyarakat yang terintegrasi dengan baik merupakan harapan bagi setiap negara. Sebab integrasi masyarakat merupakan kondisi yang diperlukan bagi negara untuk membangun kejayaan nasional demi mencapai tujuan yang diharapkan. 

 

Ketika masyarakat suatu negara senantiasa diwarnai oleh pertentangan atau konflik, maka akan banyak kerugian yang diderita, baik kerugian berupa fisik materill seperti kerusakan sarana dan prasarana yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat, maupun kerugian mental spiritual seperti perasaan kekawatiran, cemas, ketakutan, bahkan juga tekanan mental yang berkepanjangan. 

 

Disisi lain banyak pula potensi sumber daya yang dimiliki oleh negara, yang mestinya dapat digunakan untuk melaksanakan pembangunan bagi kesejahteraan masyarakat, harus dikorbankan untuk menyelesaikan konflik tersebut. Dengan demikian negara yang senantiasa diwarnai konflik di dalamnya akan sulit untuk mewujudkan kemajuan.


Integrasi masyarakat yang sepenuhnya memang sesuatu yang tidak mungkin diwujudkan, karena setiap masyarakat disamping membawakan potensi integrasi juga menyimpan potensi konflik atau pertentangan. Persamaan kepentingan, kebutuhan untuk bekerja sama, serta konsensus tentang nilai-nilai tertentu dalam masyarakat, merupakan potensi yang mengintegrasikan. 

 

Sebaliknya perbedaan-perbedaan yang ada dalam masyarakat seperti perbedaan suku, perbedaan agama, perbedaan budaya, dan perbedaan kepentingan adalah menyimpan potensi konflik, terlebih apabila perbedaan-pebedaan itu tidak dikelola dan disikapi dengan cara dan sikap yang tepat. 

 

Namun apapun kondisi integrasi masyarakat merupakan sesuatu yang sangat dibutuhkan untuk membangun kejayaan bangsa dan negara, dan oleh karena itu perlu senantiasa diupayakan. Kegagalan dalam mewujudkan integrasi masyarakat berarti kegagalan untuk membangun kejayaan nasional, bahkan dapat mengancam kelangsungan hidup bangsa dan negara yang bersangkutan.


Sejarah indonesia adalah sejarah yang merupakan proses dari bersatunya suku-suku bangsa menjadi sebuah bangsa. Ada semacam proses konvergensi, baik yang desengaja maupun tidak disengaja, ke arah menyatunya suku-suku tersebut menjadi satu kesatuan negara dan bangsa. (sumartana dkk, 2001:100)



Pluralitas Masyarakat Indonesia

Kenyataan bahawa masyarakat indonesia merupakan suatu hal yang sudah sama-sama dimengerti. Dengan meminjam istilah yang digunakan oleh clifford geertz, masyarakat majemuk adalah merupakan masyarakat yang terbagi-bagi kedalam sub-sub sistem yang kurang lebih berdiri sendiri-sendiri, dalam mana masing-masing sub sistem terikat ke dalam oleh ikatan-ikatan yang bersifat primordial.

 

(geertz,1963: 105 dst). Apa yang dikatakan sebagai ikatan primordial disini adalah ikatan yang muncul dari perasaan yang lahir dari apa yang ada dalam kehidupan sosial, yang sebagian besar berasal dari hubungan kelurga, ikatan kesukuan tertentu, keangootaan dalam keagamaan tertentu, yang membawakan ikatan yang sangat kuat dalam kehidupan masyarakat.
Sedangkan menurut pierre L. Van den berghe masyarakat majemuk memiliki karakteristik (nasikun, 1993:33) :

  • Terjadinya segementasi kedalam bentuk kelompok-kelompok yang seringkali memiliki sub-kebudayaan yang berbeda satu sama lain.
  • Memiliki struktur sosial yang terbagi ke dalam lembaga-lembaga yang bersifat non-komplementer,
  • Kurang mengembangkan konsensus diantara para anggotanya terhadap nilai-nilai yang bersifat dasar,
  • Secara relatif seringkali mengalami konflik diantara kelompom yang satu dengan yang lainnya,
  • Secara relatif integrasi sosial tumbuh di atas paksaan (coercion) dan saling ketergantungan dalam bidang ekonomi,
  • Adanya dominasi politik oleh suatu kelompok atas kelompok-kelompok yang lain.

Walaupun karakteristik masyarakat majemuk sebagaimana dikemukakan olehn pierre L. Van berghe sebagaimana diatas tidak sepenuhnya mewakili kenyataan yang ada dalam mayarakat dalam masyarakat indonesia, akan tetapi pendapat tersebut setidak-tidaknya dapat digunakan sebagai acuan berfikir dalam menganalisis keadaan masyarakat indonesia.


Struktur masyarakat indonesia ditandai oleh dua cirinya yang unik. Secara horizontal masyarakat indonesia ditandai oleh kenyataan adanya kesatuan-kesatuan sosial berdasarkan perbedaan-perbedaan suku bangsa, perbedaan agama, adat, serta perbedaan-perbedaan kedaerahan. Secara vertikal struktur masyarakat indonesia ditandai oleh adanya perbedaan-perbedaan vertikal antara lapisan atas dan lapisan bawah yang cukup tajam. (nasikun, 1993:28).


Dalam dimensi horizontal kemajemukan masyarakat indonesia dapat dilihat dari adanya berbagai macam suku bangsa seperti suku bangsa jawa, suku bangsa sunda, suku bangsa batak, suku bangsa minangkabau, suku bangsa dayak, dll. Tentang berapa jumlah suku bangsa yang ada di indonesia, ternyata terdapat perbedaan yang cukup signifikan diantara para ahli tentang indonesia. 

 

Hildred geertz misalnya menyebutkan adanya lebih dari 300 suku bangsa di indonesia dengan bahasa dan identitas kulturalnya masing-masing. Sedangkan skinner menyebutkan lebih dari 35 suku bangsa di indonesia dengan bahasa dan adat istiadat yang berbeda satu sama lain. Perbedaan yang mencolok dari jumlah suku bangsa yang disebutkan oleh masing-masing, dapat dikatakan bahwa masyarakat indonesia adalah masyarakat yang majemuk.


Suku-suku bangsa ini biasa dinamakan bangsa, seperti bangsa melayu, bangsa jawa, bangsa bugius dan sebagainya. Masing-masing suku bangsa memiliki wilayah kediaman sendiri, daerah tempat kediaman nenek moyang suku bangsa yang bersangkutan yang pada umumnya dinyatakan melalui mitos yang meriwayatkan asal-usul suku bangsa yang bersangkutan. Anggota masing-masing suku bangsa cenderung memiliki identitas tersendiri sebagai anggota suku bangsa yang bersangkutan, sehingga dalam keadaan tertentu mereka mewujudkan rasa setiakawan, solidaritas dengan sesama suku bangsa asal. (bachtiar, 1992: 12).


Berkaitan erat dengan keragaman suku sebagaimana dikemukakan diatas adalah keragaman adat istiadat, budaya, dan bahasa daerah. Setiap suku bangsa yang ada di indonesia masing-masing memiliki adat istiadat, budaya, dan bahasanya yang berbeda satu sama lain, yang sekarang dikenal sebagai adat istiadat, budaya, dan bahasa daerah. 

 

Kebudayaan suku selain terdiri atas nilai-nilai dan aturan-aturan tertentu, juga terdiri atas kepercayaan-kepercayaan tertentu, pengetahuan tertentu, serta sastra dan seni yang diwariskan dari generasi ke generasi. Secara umum dapat dikatakan bahwa sebanyak suku bangsa yang ada di indonesia, setidak-tidaknya sebanyak itu pula dapat dijumpai keragaman adat istiadat, budaya serta bahasa daerah indonesia.


Disamping suku-suku bangsa tersebut, yang bisa dikatakan sebagai suku bangsa asli, di indonesia juga terdapat kelompok-kelompok warga mayarakat yang lain yang sering dikatakan sebagai warga peranakan. Mereka itu seperti warga cina, arab, dan india. 

 

Kelompok warga masyarakat tersebut juga memiliki kebudayaanya sendiri, yang tidak mesti sama dengan budaya suku-suku alsi di indonesia, sehingga muncul budaya orang-orang china, budaya orang-orang arab, budaya orang-orang india. Dan lain-lain. Kadang-kadang mereka juga menampakkan diri dalam kesatuan tempat tinggal, sehingga dikota-kota besar di indonesia dijumpai adanya sebutan kampung pecinan, kampung arab, dan lain-lain.


Keberagaman suku bangsa di indonesia sebagaimana diuraikan diatas terutama disebabkan oleh keadaan geografis indonesia yang merupakan negara kepulauan dengan jumlah pulau yang sangat banyak dan letaknya yang saling berjauhan. 

 

Dalam kondisi yang demikian nenek moyang bangsa indonesia yang kira-kira 2000 tahun SM secara bergelombang datang dari daerah yang sekarang dikenal sebagai daerah tiongkok selatan, mereka harus tinggal menetap di daerah yang terpisah satu sama lain. 

 

Karena ionisasi geografis antara satu pulau dengan pulau yang lain, mengakibatkan masing-masing penghuni pulau itu dalam waktu yang cukup lama mengembangkan kebudayaannya sendiri-sendiri terpisah satu sama lain. Disitulah secara perlahan-lahan identitas kesukuan itu terbentuk, atas keyakinan bahwa mereka masing-masing berasal dari satu nenek moyang, dan memiliki kebudayaan yang berbeda dari kebudayaan suku yang lain.



Integrasi Nasional Indonesia

Dimensi Integrasi Nasional

Integrasi nasional dapat dilihat dari dua dimensi, yaitu dimensi vertikal dan dimensi horizontal. Dimensi vertikal dari integrasi adalah dimensi yang berkenaan dengan upaya menyatukan persepsi, keinginan, dan harapan yang ada antara elite dan massa atau antara pemerintah dan rakyat. 

 

Jadi integrasi vertikal merupakan upaya mewujudkan integrasi dengan menjebatani perbedaan-perbedaan antara pemerintah dan rakyat. Integrasi nasional dalam dimensi yang demikian biasa disebut dengan integrasi politik. 

 

Sedangkan dimensi horisontal dari integrasi adalah dimensi yang berkenaan dengan upaya mewujudkan persatuan di antara perbedaan-perbedaan yang ada dalam masyarakat itu sendiri, baik perbedaan wilayah tempat tinggal, perbedaan suku, perbedaan agama, perbedaan budaya dan perbedaan-perbedaan lainnya. Jadi integrasi horisontal merupakan upaya mewujudkan integrasi dengan menjembatani perbedaan antar kelompok dalam masyarakat. Integrasi nasional dalam dimensi ini biasa disebut dengan integrasi teritorial.


Pengertian integrasi nasional mencakup dimensi vertikal maupun dimensi horizontal. Dengan demikian persoalan integrasi nasional menyangkut keserasian hubungan antara pemerintah dan rakyat, serta keserasian hubungan di antara kelompok-kelompok dalam masyarakat dengan latar belakang perbedaan di dalamnya. Dalam upaya mewujudkan integrasi nasional indonesia, tantangan yang di hadapi datang dari keduanya. 

 

Dalam dimensi horizontal tantangan yang ada berkenaan dengan pembelahan horizontal yang berakar pada perbedaan suku, agama, ras, dan geografi. Sedangkan dalam dimensi vertikal tantangan yang ada adalah berupa celah perbedaan antara elite dan massa, dimana latar belakang pendidikan  kekotaan menyebabkan kaum elite berbeda dari massa yang cenderung berpandangan tradisional. 

 

Masalah yang berkenaan dengan dimensi vertikal lebih sering muncul ke permukaan setelah berbaur dengan dimensi horizontal, sehingga memberikan kesan bahwa dalam kasus indonesia dimensi horizontal lebih menonjol dari pada dimensi vertikalnya. (Sjamsuddin, 1989:11).


Tantangan integrasi nasional tersebut lebih menonjol ke permukaan setelah memasuki era reformasi tahun 1998. Konflik horizontal maupun vertikal sering terjadi bersamaan dengan melemahnya otoritas pemerintahan di pusat.

 

Kebebasan yang digulirkan pada era reformasi sebagai bagian dari proses demokratisasi yang telah banyak disalahgunakan oleh kelompok-kelompok dalam masyarakat untuk bertindak seenaknya sendiri, tindakan mana kemudian memunculkan adanya gesekan-gesekan antar kelompok dalam masyarakat dan memicu terjadinya konflik atau kerusuhan antar kelompok. Bersamaaan dengan itu demontrasi menentang kebijakan pemerintah juga banyak terjadi, bahkan seringkali demonstrasi itu diikuti oleh tindakan-tindakan anarkis.


Keinginan yang kuat dari pemerintah untuk mewujudkan aspirasi masyarakat, kebijakan pemerintah yang sesuai dengan kebutuhan dan harapan masyarakat, dukungan masyarakat terhadap pemerintah yang sah, dan ketaatan warga masyarakat melaksanakan kebijakan pemerintah adalah pertanda adanya integrasi dalam arti vertikal. 

 

Sebaliknya kebijakan demi kebijakan yang diambil oleh pemerintah yang tidak atau kurang sesuai dengan keinginan dan harapan masyarakat serta penolakan sebagian besar warga masyarakat terhadap kebijakan pemerintah menggambarkan kurang adanya integrasi vertikal. Memang tidak ada kebijakan pemerintah yang melayani dan memuaskan seluruh warga masyarakat, tetapi setidak-tidaknya kebijakan pemerintah hendaknya dapat melayani keinginan dan harapan sebagian besar warga masyarakat.


Sedangkan jalinan hubungan dan kerjasama di antara kelompok-kelompok yang berbeda dalam masyarakat, kesediaan untuk hidup berdampingan secara damai dan saling menghargai antara kelompok-kelompok masyarakat dengan pembedaaan yang ada satu sama lain, merupakan pertanda adanya integrasi dalam arti horizontal. 

 

Pertentangan atau konflik antar kelompok dengan berbagai latar belakang perbedaan yang ada, tidak pernah tertutup sama sekali kemungkinannya untuk terjadi. Namun yang diharapkan bahwa konflik itu dapat dikelola dan dicarikan solusinya dengan baik, dan terjadi dalam kadar yang tidak terlalu mengganggu upaya pembangunan bagi kesejahteraan masyarakat dan pencapaian tujuan nasional.


Mewujudkan integrasi nasional indonesia

Salah satu persoalan yang dialami oleh negara-negara berkembang termasuk indonesia dalam mewujudkan integrasi nasional adalah masalah primordialisme yang masih kuat. Titik pusat goncangan primordial biasanya berkisar pada beberapa hal, yaitu masalah hubungan darah (kesukuan), jenis bangsa (ras), bahasa, daerah, agama, dan kebiasaan. (geertz, dalam : sudarsono, 1982: 5-7).
 

Di era globalisasi, tantangan itu bertambah oleh adanya tarikan global dimana keberadaan negara dan bangsa sering dirasa terlalu sempit untuk mewadahi tuntunan dan kecenderungan global. Dengan demikian keberadaan negara berada dalam dua tarikan sekaligus, yaitu tarikan dari luar berupa globalisasi yang cenderung mengabaikan batas-batas negara-bangsa, dan tarikan dari dalam berupa kecenderungan menguatnya ikatan-ikatan yang sempit seperti ikatan etnis, kesukuan, atau kedaerahan. 

 

Disitulah nasionalisme dan keberadaan negara nasional mengalami tantangan yang semakin berat.
Namun demikian harus tetap diyakini bahwa nasionalisme sebagai karakter bangsa tetap diperlukan di era indonesia merdeka sebagai kekuatan untuk menjaga eksistensi, sekaligus mewujudkan taraf peradaban yang luhur, kekuatan yang tangguh, dan mencapai negara-bangsa yang besar. 

 

Nasionalisme sebagai karakter semakin diperlukan dalam menjaga harkat dan martabat bangsa di era globalisasi karena gelombang “peradaban kesejagatan” ditandai oleh semakin kaburnya batas-batas teritorial negara akibat gempuran informasi dan komunikasi. (budimansyah dan suryadi, 2008:164).


Dengan kondisi masyarakat indonesia yang diwarnai oleh berbagai keanekaragaman, harus disadari bahwa masyarakat indonesia menyimpan potensi konflik yang sangat besar, baik konflik yang bersifat vertikal maupun bersifat horizontal. 

 

Dalam dimensi vertikal, sepanjang sejarah sejak proklamasi indonesia hampir tidak pernah lepas dari gejolak kedaerahan berupa tuntutan untuk memisahkan diri. Sedangkan dalam dimensi horizontal, sering pula dijumpai adanya gejolak atau pertentangan diantara kelompok-kelompok dalam masyarakat, baik konflik yang bernuansa ras, kesukuan, keagamaan, atau antar golongan. Disamping itu juga konflik yang bernuansa kecemburuan sosial.


Dalam skala nasional, kasus aceh, papua, ambon, merupakan konflik yang bersifat vertikal dengan target untuk memisahkan diri dari negara republik indonesia. Kasus-kasus tersebut dapat dilihat sebagai konflik antara masyarakat daerah dengan otoritas kekuasaan yang ada di pusat. 

 

Disamping masuknya kepentingan-kepentingan tertentu dari masyarakat yang ada di daerah, munculnya konflik tersebut merupakan ekspresi ketidakpuasan terhadap kebijakan pemerintah pusat yang diberlakukan di daerah. Kebijakan pemerintah pusat dianggap memunculkan kesenjangan antar daerah, sehingga ada daerah-daerah tertentu yang sangat maju pembangunannya, sementara ada daerah-daerah yang masih terbelakang. 

 

Dalam hubungan ini isu dikhotomi jawa dan luar jawa sangat menonjol, dimana jawa dianggap mempresentasikan pusat kekuasaan yang kondisinya sangat maju, sementara hanya daerah-daerah di luar jawa yang merasa menyumbangkan pendapatan yang besar pada negara, kondisinya masih terbelakang. Dengan mengacu pada faktor-faktor terjadinya konflik kedaerahan sebagaimana disebutkan diatas, konflik kedaerahan di indonesia terkait secara akumulatif dengan berbagai faktor tersebut.


Sejak awal berdirinya negara indonesia, para pendiri negara menghendaki persatuan di negara ini diwujudkan dengan menghargai terdapatnya perbedaan di dalamnya. Artinya bahwa upaya mewujudkan integrasi nasional indonesia dilakukan dengan tetap memberi kesempatan kepada unsur-unsur perbedaan yang ada untuk dapat tumbuh dan berkembang secara bersama-sama. 

 

Proses pengesahan pembukaan UUD 1945 oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945 yang bahannya diambil dari naskah piagam jakarta, dan didalamnya terdapat rumusan dasar-dasar negara pancasila, menunjukkan pada kjita betapa tokoh-tokoh pendiri negara (the founding fathers) pada waaktu itu menghargai perbedaan-perbadaan yang terdapat dalam kehidupan masyarakat indonesia. Para pendiri negara rela mengesampingkan persoalan perbedaan-perbedaan yang ada demi membangun sebuah negara yang dapat melindungi seluruh rakyat indonesia.


Sejalan dengan itu dipakailah semboyan bhineka tunggal ika, yang artinya walaupun berbeda-beda tetapi tetap satu adanya. Semboyan tersebut sama maknanya dengan istilah “unity in diversity:”, yang artinya bersatu dalam keanekaragaman, sebuah ungkapan yang menggambarkan cara menyatukan secara demokratis suatu masyarakat yang didalamnya diwarnai oleh adanya berbagai perbedaan.

 

Dengan semboyan bhineka tunggal ika tersebut segala perbedaan dalam masyarakat ditanggapi bukan sebagai keadaan yang menghambat persatuan dan kesatuan bangsa, melainkan sebagai kekayaan budaya yang dapat dijadikan sumber pengayaan kebudayaan nasional kita.


Untuk terwujudnya masyarakat yang menggambarkan semboyan bhineka tunggal ika, diperlukan pandangan atau wawasan multikulturalisme. Multikulturalisme adalah pandangan bahwa setiap kebudayaan memiliki nilai dan kedudukan yang sama dengan kebudayaan lain, sehingga setiap kebudayaan berhak mendapatkan tempat sebagaimana kebudayaan lainnya. (baidhawy. 2005:5). Perwujudan dari multikulturalisme adalah kesediaan orang-orang dari kebudayaan yang beragam untuk hidup berdampingan secara damai.

 

Disini diperlukan sikap hidup yang memandang perbedaan di antara anggota masyarakat sebagai kenyataan wajar dan tidak menjadikan perbedaan tersebut sebagai alasan untuk berkonflik. Disamping itu perlu memandang kebudayaan orang lain dari perspektif pemilik kebudayaan yang bersangkutan, dan bukan memandang kebudayaan orang lain dari perspektif dirinya sendiri.

 

Oleh karena itu multikulturalisme menekankan pentingnya belajar tentang kebudayaan-kebudayaan lain dan mencoba memahaminya secara penuh dan empatik sehingga dapat menghargai kebudayaan-kebudayaan lain disamping kebudayaannya sendiri.

 

Kesimpulan

Integrasi berasal dari bahasa inggris “integration” yang berarti kesempurnaan atau keseluruhan. Integrasi nasional adalah usaha dan proses mempersatukan perbedaan perbedaan yang ada pada suatu negara sehingga terciptanya keserasian dan keselarasan secara nasional. Seperti yang kita ketahui, Indonesia merupakan bangsa yang sangat besar baik dari kebudayaan ataupun wilayahnya. 

 

Di satu sisi hal ini membawa dampak positif bagi bangsa karena kita bisa memanfaatkan kekayaan alam Indonesia secara bijak atau mengelola budaya budaya yang melimpah untuk kesejahteraan rakyat, namun selain menimbulkan sebuah keuntungan, hal ini juga akhirnya menimbulkan masalah yang baru.


Saran

Integrasi nasional sangat diperlukan oleh negara indonesia karena dari integrasi nasional dapat mempersatukan perbedaan-perbedaan yang ada di indonesia, sehingga tidak adanya konflik perpecahan yang terjadi dikarenakan perbedaan semata. Walaupun indonesia ini berbeda-beda suku, ras, agama, dan budaya, tetapi tetap indonesia adalah negara yang satu yang mempunyai satu tujuan untuk memakmurkan negara indonesia.
 

 

Pustaka:

Wibowo, I, 2000, Negara dan Mayarakat : Berkaca dari Pengalaman Republik Rakyat Cina, gramedia, Jakarta.

Winarno. 2007, Paradigma Baru Pendidikan Kewarganegaraan Di Perguruan Tinggi. Bumi aksara, jakarta.

Buku Panduan Kewarganegaraan Tahun 2014. Universitas Sriwijaya. UPT Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian.

Bohlan, (2005). Integrasi nasional. Diakses pada tanggal 12 februari 2015.

Nikolas, (2007). Pentingnya integrasi nasional indonesia. Diakses pada 13 februari 2015
 


----------------

Ladangtekno

---------------- 

REALISASI PANCASILA DALAM NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA

lambang garuda pancasila

 

 

KATA PENGANTAR


Om Swastyastu, Puji dan syukur penulis haturkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat-Nya, akhirnya makalah ini dapat terselesaikan yang berjudul REALISASI PANCASILA DALAM NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA.
Saya menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna, baik dalam penyusunan, bahasan, maupun penulisannya. Oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak sangat diharapkan demi tercapainya kesempurnaan dalam makalah ini. Akhir kata, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak, sesuai yangdiharapkan.



ABSTRAK


Pancasila sebagai Dasar Filsafat Negara, Pandangan Hidup Bangsa, sebagai Filsafat Bangsa, sebagai Ideologi Bangsa dan Negaara Indonesia dan fungsi lainnya, dalam realisasi (pengalamannya) memiliki konsekuensi yang berbeda-beda tergantung pada konteksnya. Manusia dalam merealisasikan dan meningkatkan harkat dan martabatnya tidakkah mungkin untuk dipenuhinya sendiri, oleh karena itu manusia sebagai makhluk sosial senantiasa membutuhkan orang lain dalam hidup yang disebut negara.

Kata Kunci: Realisasi pancasila, Aktualisasi, Negara, Hakikat.



BAB I
PENDAHULUAN


Latar Belakang

Pancasila sebagai Dasar Filsafat Negara, Pandangan Hidup Bangsa, sebagai Filsafat Bangsa, sebagai Ideologi Bangsa dan Negaara Indonesia dan fungsi lainnya, dalam realisasi (pengalamannya) memiliki konsekuensi yang berbeda-beda tergantung pada konteksnya. Realisasi secara praksis hidup ini sangat penting karena Pancasila sebagai dasar filsafat, pandangan hidup pada khakikatnya adalah merupakan suatu system nilai yang pada gilirannya untuk dijabarkan, direalisasikan serta diamalkan dalam kehidupan secara kongkrit dalam konteks bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.


Manusia dalam merealisasikan dan meningkatkan harkat dan martabatnya tidakkah mungkin untuk dipenuhinya sendiri, oleh karena itu manusia sebagai makhluk sosial senantiasa membutuhkan orang lain dalam hidup yang disebut negara. Namun demikian dalam kenyataan sifat-sifat negara satu dengan lainnya memiliki perbedaan dan hal ini sangat ditentukan oleh pemahaman ontologies hakikat manusia sebagai pendukung pokok negara, sekaligus tujuan adanya suatu negara.


Oleh karena itu dalam hubungan ini pengertian negara sebagai suatu persekutuan hidup bersama dari masyarakat, adalah memiliki kekuasaan politik, mengatur hubungan-hubungan, kerjasama dalam masyarakat, adalah memiliki kekuasaaan politik, mengatur hubungan-hubungan, kerja-sama dalam masyarakat untuk mencapai suatu tujuan tertentu yang hidup dalam suatu wilayah tertentu.

Rumusan Masalah

  • Apa yang diamksud dengan Aktualisasi Pancasila?
  • Apa yang dimaksud dengan Realisasi Pancasila yang Objektif?
  • Bagaimana penjabaran Realisasi Pancasila yang Objektif?
  • Apa yang dimaksud dengan Realisasi Pancasila yang Subjektif?
  • Bagaimana Internalisasi Nilai-nilai Pancasila?
  • Apa yang dimaksud dengan Hakikat Negara?
  • Apa yang dimaksud dengan Negara Kesatua Republik Indonesia?
  • Apa yang dimaksud dengan Negara Kebangsaan Pancasila?
  • Apa yang dimaksud dengan Hakikat Negara Intergralistik?


Tujuan Penulisan

  • Agar mengetahui apa yang diamksud dengan Aktualisasi Pancasila.
  • Agar mengetahui apa yang dimaksud dengan Realisasi Pancasila yang Objektif.
  • Agar mengetahui bagaimana penjabaran Realisasi Pancasila yang Objektif.
  • Agar mengetahui apa yang dimaksud dengan Realisasi Pancasila yang Subjektif.
  • Agar mengetahui bagaimana Internalisasi Nilai-nilai Pancasila.
  • Agar mengetahui apa yang dimaksud dengan Hakikat Negara.
  • Agar mengetahui apa yang dimaksud dengan Negara Kesatua Republik Indonesia.
  • Agar mengetahui apa yang dimaksud dengan Negara Kebangsaan Pancasila.
  • Agar mengetahui apa yang dimaksud dengan Hakikat Negara Intergralistik.



BAB II
PEMBAHASAN


Aktualisasi Pancasila

Aktualisasi merupakan suatu bentuk kegiatan melakukan realisasi antara pemahaman akan nilai dan norma dengan tindakan dan perbuatan yang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan aktualisasi pancasila, berarti penjabaran nilai-nilai pancasila dalam bentuk norma-norma, serta merealisasikannya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam aktualisasi Pancasila ini, penjabaran nilai-nilai Pancasila dalam bentuk norma-norma, dijumpai dalam bentuk norma hukum, kenegaraan, dan norma-norma moral. Sedangkan realisasinya dikaitkan dengan tingkah laku semua warga negara dalam masyarakat, berBangsa dan berNegara, serta seluruh aspek penyelenggaraan negara.


Realisasi Pancasila yang Objektif

Realisasi serta pengalaman Pancasila yang Objektif yaitu realisasi serta implementasi nilai-nilai Pancasila dalam segala aspek penyelenggaraan Negara, terutama dalam kaitannya dengan penjabaran nilai-nilai Pancasila dalam Praksis penyelenggaraan Negara dan peraturan perundang-undangan di Indonesia. Dalam implementasi penjabaran Pancasila yang bersifat objektif adalah merupakan perwujudan nilai-nilai Pancasila dalam kedudukannya sebagai dasar Negara Republik Indonesia, yang realisasi kongkritnya merupakan sumber dari segala sumber hukum (sumber tertib hukun) Indonesia. 

 

Oleh karena itu implementasi Pancasila yang objektif ini berkaitan dengan norma-norma hukum dan moral, secara lebih luas dengan norma-norma kenegaraan. Namun demikian sangatlah mustahil implementasi Pancasila secara objektifdalam bidang kenegaraan dapat terlaksana dengan baik tanpa didukung oleh realisasi Pancasila yang subjektif, yaitu pelaksanaan Pancasila pada setiap individu, perseorangan termasuk pada penyelenggara Negara dalam hidup bersama yaitu berbangsa dan bernegara. 

 

Bahkan  menurut Notonagoro pelaksanaan Pancasila yang subjektif dari Pancasila dasar filsafat Negara ini justru lebih penting dan lebih menentukan dari pada pelasanaan Pancasila yang objektif dalam arti pelaksanaan Pancasila yang subjektif merupakan oersyaratan bagi keberhasilan pelaksanaan Pancasila yang objektif. Implementasi pelaksanaan Pancasila dalam kehidupan kenegaraan akan mengalami suatu kegagalan bilamana tidak didukung oleh manifestasi pelaksanaan Pancasila yang subjektif baik oleh setiap warga negara terutama oleh setiap penyelenggara negara. 

 

Dalam penjelasan resmi Pembukaan UUD 1945, yang termuat dalam Lembaran Negara Berita Republik Indonesia tahun II No.7 dinyatakan bahwa, dalam pelaksanaan kehidupan kenegaraan. Hal ini dapat diartikan bahwa pelaksanaan Pancasila yang subjektif itu dapat terlaksana dengan baik manakala tercapainya suatu keseimbangan kerikhanian yang mewujudkan suatu bentuk sinergi dalam suatu bentuk kehidupan keharmonisan yang mewujudkan bentuk kehidupan yang memiliki kehidupan keharmonisan yang mewujudkan suatu bentuk kehidupan yang memiliki keseimbangan kesadaran wajib hukum dengan kesadaran wajib moral.

 

Sebagai manusia yang hakikatnya sifat dan kodratnya adalah sebagai makhluk individu dan makhluk social dalam merealisasikan hakikat martabat kemanusiaannya senantiasa memerlukan orang lain. Realisasi dan pengalaman Pancasila  secara objektif berkaitan dengan pemenuhan wajib hukum yang memiliki norma-norma yang tertuang dalam suatu system hukum positif. Hal ini dimaksudkan agar memiliki daya imperative secara yudiris. 

 

Walaupun aktualisasi objektif tertuang dalam suatu system peraturan perundang-undangan namun dalam mplementasi pelaksanaan Pancasila secara optimal justru realisasi subjektif yang memiliki kekuatan daya imperative moral merupakan suatu prasyarat bagi keberhasilan pelaksanaan Pancasila secara objektif. Dengan perkataan lain aktualisasi subjektif lebih menentukan keberhasilan aktualisasi Pancasila yang objektif, dan tidak sebaliknya. 

 

Dapat juga dikatakan bahwa aktualisasi secara objektif itu akan berhasil secara optimal bilamana didukung oleh aktualisasi atau pelaksanaan Pancasila secara subjektif. Hal ini terbukti dalam sejarah pelaksanaan Pancasila selama ini, yang dalam kenyataannya tidak mendasarkan pada interpretasi pelaksanaan Pancasila sebgaimana terkandung dalam penjelasan Pembukaan UUD 1945, yang menjelaskan bahwa UUD harus mengandung isi  yang mewajibkan kepada pemerintah dan penyelenggara negara untuk memegang teguh dan memilihara budi pekerti kemanusiaan yang luhur dan memegang cita-cita rakyat yang luhur. 

 

Hal ini mengandung arti bahwa dalam realisasi Pancasila yang objektif, selain penjabaran nilai-nilai Pancasila dalam segala aspek penyelenggaraan negara juga harus diwujudkan dalam moralitas para penyelenggara negara.

Penjabaran Realisasi Pancasila yang Objektif

Pengertian penjabaran Pancasila yang objektif adlaah pelaksanaan dalam bentuk realisasi dalam setiap aspek penyelenggaraan Negara, baik di bidang legislative, eksekutif maupun yudikatif dan semua bidang kenegaraan dan terutama realisasinya dalam bentuk peraturan perundang-undangan Negara Indoneeisa, hal itu antara lain dapat dirinci sebagai berikut:

  • Tafsir Undang-Undang Dasar 1945, harus dilihat dari sudut dasar filsafat Negara Pancasila sebgaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 alenia IV. Hal ini mengandung arti bahwa Pancasila sebagai sumber asas norma dan derivasi segala aspek penyelenggaraan Negara. Konsekuensinya dalam penilaian atau pengujian terhadap suatu peraturan perundang-undangan, maka Pancasila sebagai batu uji dalam menentukan suatu peraturan-perundangan itu bermakna, adil atau tidak.
  • Pelakasanaan Undang-Undang Dasar 1945 dalam undang-undang harus mengingat dasar –dasar pokok pikiran yang tercantum dalam dasar filsafat Negara Indonesia.
  • Tanpa menngurangi sifa-sifat undang-undang yang tidak dapat diganggu gugat, interpretasi pelaksanaannya harus mengingat unsur-unsur yang terkandung dalam filsafat negara.
  • Interpretasi pelaksanaan undang-undang harus lengkap dan menyeluruh, meliputi seluruh perundang-undangan di bawah undang-undang dan keputusan-keputusan administrasi dari semua tingkat penguasa negara, mulai dari pemerintah pusat sampai dengan alat-alat perlengkapan negara di daerah, keputusan-keputusan pengadilan serta alat perlengkapannya begitu juga mrliputi usaha kenegaraan dan aspek kenegaraan lainnya.
  • Dengan demikian seluruh hidup kenegaraan dan tertib hukum Indonesia didasarkan atas dan diliputi oleh asas politik dan tujuannya negara yang berdasarkan atas dan diliputi oleh asas kerokhanian Pancasila. Hal ini termasuk pokok kaidah negara serta pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam pembukaan UUD 1945 dan UUD 1945 juga didasarkan atas asas kerokhanian Pancasila. Bahkan yang terlebih penting lagi adalah dalam realisasi pelaksanaan kongkritnya yaitu dalam setiap penentuan kebijaksanaan di bidang kenegaraan.

 

Pancasila sebagai Dasar Filsafat Pembangunan Nasional

Negara pada hakikatnya adalah merupakan lembaga kemanusiaan, lembaga kemasyarakatan yang merupakan suatu organisasi. Sebagai suatu organiasi maka negara memiliki suatu dasar filsafat sebagai sumber cita-cita serta sumer nilai-nilai bagi aspek dalam penyelenggaraan negara. Dalam pengertian di negara memiliki dasar sebagai sumber cita-cita untuk membangun, dorongan untuk membangun dan cara-cara pembangunan pada hakikatnya berpangkal pada cita-cita agar manusia sebagai warga negara hidup lebih sesuai dengan martabatnya. 

 

Berdasarkan pengertian tersebut maka tujuan pembangunan nasional adalah agar masyarakat menjadi masyarakat manusiawi yang memungkinkan warganya hidup yang layak sebagai manusia, mengembangkan diri pribadinya serta mewujudkan kesejahteraan lahir batin secara selengkapnya. Dengan demikian dapat disimpulan bahwa makna, hakikat serta arah dan tujuan pembangunan nasional adalah berdasarkan Pancasila yang bersumber pada hakikat kodrat manusia monupluralis yang merupakan esensi dari Pancasila. 

 

Pembangunan dalam suatu negara sangat penting karena negara sebagai lembaga kemasyarakatan maka negara pada hakikatnya bukanlah merupakan suatu tujuan, melainkan saran untuk menca[ai tujuan dari seluruh warganya (Ernest Barker, 1967:123). 

 

Pancasila sebagai dasar filsafat pada hakikatnya merupakan dasar dan sumber derivasi nilai-nilai dan norma-norma dalam segala aspek penyelenggaraan negara termasuk pelaksanaan pembangunan nasional. Demikianlah maka Pancasila berkedudukan sebagai landasan ideal pembangunan nasional Indonesia. Sebagaimana telah dipahami bersama bahwa subjek pendukung pokok negara sekaligus subjek pendukung sila-sila Pancasila pada hakikatnya adlah manusia. 

 

Maka manusia adlah merupakan dasar ontologies monopluralis adalah merupakan dasar pembangunan nasional Indonesia. Demikian pula dewasa ini bangsa Indonesia melakukan Reformasi, pada prinsipnya merupakan suatu upaya untuk memperbaiki negara, yang pada gilirannya yang jauh lebih penting adalah tercapainya tingkat martabat manusia yang lebih baik. 

 

Oleh karena itu reformasi juga harus mendasarkan pada sutau pardigma yang jelas, dan dalam maslah ini paradigm yang harus diletakkan sebagai basis segala agenda reformasi itu menyangkut maslah-maslah fundamental negara yang terkandung dalam staasfundamentalnorm, maka hal itu sudah menyimpang dari makna dan pengertian reformasi, karena mengubah struktur fundamental negara shingga sama halnya dengan pembubaran negara dan hal ini merupakan suatu revolusi.


Realisasi Pancasila yang Subjektif

Aktualisasi Pancasila yang subjektif adalah pelaksanaan pada setiap pribadi perseorang, setiap warganegara, setiap individu, setiap penduduk, setiap penguasa dan setiap orang Indonesia. Aktualisasi Pancasila yang subjektif ini justru lebih penting karena realisasi yang subjektif merupakan persyaratan bagi aktualisasi Pancasila yang objektif. 

 

Dengan demikian pelaksanaan Pancasila yang subjektif ini sangat berkaitan dengan kesadaran, ketaantan serta kesiapan individu untuk merealisasikan Pancasila. Dalam pengertian inilah pelaksanaan Pancasila yang subjektif yang mewujudkan suatu bentuk kehidupan di mana kesadaran wajib hukum, telah terpadu menjadi kesadaran wajib normal. Sehingga dengan demikian suatu perbuatan yang tidak memenuhi wajib untuk melaksanakan Pancasila bukanlah hanya akan menimbulkan akibat hukum namun yang terlebih penting lagi akan menimbulkan moral. 

 

Dalam pengertian iunilah maka fenomena kongkrit yang ada pada sesorang yang berkaitan dengan sikap dan tingkah laku seseorang dalam realisasi Pancasila secara subjektif disebut moral Pancasila. Maka aktualisasi Pancasila yang bersifat subjektif ini lebih berkaitan dengan kondisi objektif, yaitu berkaitan dengan norma-norma moral.


Dalam aktualisasi Pancasila yang bersifat subjektif ini bilamana nilai-nilai Pancasila telah dipahami, diresapi dan dihayati oleh seseorang maka seseorang itu telah memiliki moral pandangan hidup. Dan bilaman hal ini berlangsung secara terus menerus sehingga nilai-nilai Pancasila telah melekat dalam hati sanubari bangsa Indonesia, maka kondisi yang demikian ini disebut dengan kepribadian Pancasila. 

 

Hal ini dikarenakan bangsa Indonesia telah memiliki suatu ciri khas yaitu nilai-nilai Pancasila, sikap dan karakter sehingga membedakan bangsa Indonesia dengan bangsa lain. Dalam pengamalan Pancasila perlu diusahakan adanya suatu kondisi individu akan adanya kesadaran untuk merealisasikan Pancasila. Kesadaran adlah hasil perbuatan akal, yaitu pengalaman tentang keadaan-keadaan yang ada pada diri manusia sendiri. Jadi keadaan-keadaan inilah yang menjadikan objek dari kesadaran dan berupa segala sesuatu yang dapat menjadi sumber pengalaman manusia. Aktualisasi serta pengalaman itu bersifat jasmaniah maupun rokhaniah, dari kehendak manusia.


Internalisasi Nilai-nilai Pancasila

Realisasi nilai-nilai Pancasila dasr filsafat negara Indonesia, perlu secara berangsur-angsur dengan jalan Pendidikan baik di sekolah maupun dalam masyarakat dan keluarga sehingga diperoleh hal-hal sebagai berikut:

  • Pengetahuan, yaitu pengetahuan yang benar tentang Pancasila, baik aspek nilai, norma maupun aspek praksisnya. Hal ini harus disesuaikan dengan tingkat pengetahuan dan kemampuan individu. Bagi kalangan intelektual pengetahuan itu meliputi ilmiah, dan pengetahuan filsafat tentang Pancasila. Hal ini sangat penting terutama bagi para calon pemimpin bangsa dan calon ilmuan. Dalam proses transformasi pengetahuan ini diperlukan waktu yang cukup dan berkesinambungan, sehingga pengetahuan itu benar-benar dapat tertanam dalam setiap individu. Tanpa pendidikan yang cukup maka dapat dipastikan bahwa pemahaman tentang ideology bangsa dan dasar filsafat negara hanya dalam tingkat-tingkat yang sangat pragmatis, dan hal ini sangat berbahaya terhadap ketahanan ideology generasi penerus bangsa.
  • Kesadaran, selalu mengetahui pertumbuhan keadaan yang ada dalam diri sendiri
  • Ketaantan, yaitu selalu dalam keadaaan kesediaan untuk memenuhi wajib lahir dan batin, lahir berasal dari luar misalnya pemerintah, adapun wajib batin dari diri sendiri.
  • Kemampuan kehendak, yang cukup kuat sebagai pendorong untuk melakukan perbuatan, berdasar nilai-nilai Pancasila.
  • Watak dan hati nurani, agar realisasi itu menjadi perbuatan dalam bentuk tindakan-tindakan yang tepat, maka harus dipertimbangkan dan dipelajari bentuk-bentuk aktualisasi yang sesuai bagi bidang serta lingkungan. Pada dasarnya ada dua bentuk realisasinya yaitu bersifat statis dan yang bersifat dinamis. Statis dalam pengertian intinya atau esensinya (yaitu nilai-nilai yang bersifat rokhaniah dan universal) sehingga merupakan ciri khas, karakter yang bersifat tetap dan tidak berubah. Bersifat dinamis dalam arti bahwa aktualisasinya senantiasa bersifat dinamis inovatif, sesuai dengan dinamika masyarakat, perubahan, serta konteks lingkungannya. Misalnya dalam konteks lingkungan kenegaraan, sosial politik, hukum kebudayaan, pendidikan, ekonomi, hankam, kehidupan kenegaraan, LSM, organisasi masa, seni, bahkan lingkungan dunia IT, internet dan konteks lingkungan masyarakat lainnya.
  • Strategi dan Metode. Proses internalisasi harus diikuti dengan strategi serta metode yang relevan dan memafai. Hal ini berdasarkan realitas objektif, bahwa subjek dan objek internalisasi dan aktualisasi itu adalah manusia dan dalam lingkungan masyarkat, bangsa dan negara. Oleh sebab itu da;am proses internalisasi dan aktualisasi harus diterapkan strategi yang relevan serta metofe yang efektif. Internalisasi tidak hanya dalam suatu situasi pendidikan formal saja, melainkan juga lingkungan pendidikan informal, nonformal, maupun lingkungan masyarakat lainnya. Terlebih lagi sebagaimana dijelaskan di depan internalisasi dilakukan dalam berbagai macam konteks lingkungan masyarakat, sehingga strategi dan metode yang diterapkan harus sesuai dengan lingkungan sosial masyarakat, tingkat pengetahuan masyarakat serta karakterstik masyarakat.


Hakikat Negara

Menurut Harold J. Laski, bahwa negara adalah suatu masyarakat yang diintegrasikan karena memiliki wewenang yang bersifat memaksa yang secara sah lebih tinggi daripada individu atau kelompok-kelompok yang ada dalam negara tersebut untuk mencapai tujuan bersama. Suatu masyarakat disebut negara, jikalau cara hidup yang harus ditaati baik oleh individu maupun oleh kelompok ditentukan oleh suatu wewenang yang bersifat mengikat dan memaksa. Sementara Robert Maclver menambahkan bahwa negara adalah asosiasi yang menyelenggarakan ketertiban di dalam suatu masyarakat, dalam suatu wilayah berdasarkan suatu system hukum yang diselenggarakan oleh suatu pemerintah dan untuk maksud tersebut kekuasaan memaksa.


Berdasarkan pengertian tersebut, maka unsur-unsur negara adalah Wilayah, Rakyat (penduduk), Pemerintahan dan Kedaulatan. Wilayah, setiap warga mempunyai tempat, ruang atau wilayah tertentu di muka bumi serta memiliki perbatasan tertentu. Dalam hubungan ini kekuasaan negara mencakup wilayah, tidak hanya tanah akan tetapi juga lautan, serta angkasa diatasnya. Bagi negara Indonesia unsur wilayahnya sangat khas, rumit dan luas. 

 

Wilayah Indonesia terdiri atas daratan yang terdiri atas beribu-ribu pulau serta lautan yang sangat luas bahkan lebih luas daripada daratannya. Penduduk atau rakyat, setiap negara memiliki rakyat atau penduduk yang mencakup seluruh wilayah negara. Kekuasaan negara mencakup dan menjangkau seluruh penduduk di dalam yurisdiksi wilayah negara tersebut. Bagi negara Indonesia penduduk (rakyat0 tidak dapat ditentukan berdasarkan etnis atau ras. Penduduk atau rakyat Indonesia nampaknya juga sangat khas, unik beranekaragam. 

 

Penduduk (rakyat) Indonesia tersusun atas unsur suku bangsa yang jumlahnya sangat banyak dan beranekaragam adat kebiasaan, ciri khas serta kebudayaannya. Selain aspek kultural penduduk atau rakyat Indonesia juga sebagai bangsa yang religius, yang terdiri dari atas berbagai macam kepercayaan dan keyakinan agama. 

 

Atas dasar realitas unsur negara yang mencakup wilayah dan penduduk (rakyat) yang sangat banyak dan beranekaragam itu menyatukan diri dan bertekad membentuk suatu Negara Kesatuan Republik Indonesia. Perbedaan serta keanekaragaman itu disadari oleh bangsa Indonesia sebagai suatu karunia dari Tuhan yang Maha Esa. 

 

Untuk itu nilai filosofi persatuan dituangkan dalam core values yang disimbulkan dengan Garuda Pancasila dengan semboyan bhineka Tunggal Ika. Unsur negara berikutnya adalah pemerintahan, yaitu setiap negara mempunyai suatu organisasi yang berwenang untuk merumuskan dan melaksanakan keputusan-keputusan yang mengikat bagi seluruh penduduk atau rakyat di dalam wilayah negara. Keputusan-keputusan ini antara lain berbentuk undang-undang serta peraturan-peraturan lainnya.

 

Dalam hal ini negara bertindak atas nama negara dan menyelenggarakan kekuasaan dari negara. Bermacam-macam kebjiaksanaan  kearah tercapainya tujuan masyarakat dilaksanakannya sambil menertibkan hubungan-hubungan manusia dalam masyarakat. Negara mencakup semua penduduk atau rakyat, adapun pemerintah hanya mencakup sebagian kecil daripadanya. Usnur negara berikutnya adlaah Kedaulatan, yaitu suatu kekuasaan tertinggi untuk membuat undang-undang dan melaksanakannya dengan berbagai cara.

Negara Kesatuan Republik Indonesia

Bangsa Indonesia dalam panggung sejarah berdirinya negara di dunia memiliki suatu ciri khas yaitu dengan mengangkat nilai-nilai yang telah dimiliknya sbelum membentuk dalam negara modern. nilai-nilai tersebut adalah berupa nilai-nilai adat-istiadat kebudayaan, serta nilai religius yang beranekaragam sebagai suatu unsur negara. 

 

Bansga Indonesia terdiri atas berbagai macam suku, kelompok, adat-istiadat, kebudayaan serta agama. Selain itu negara Indonesia juga tersusun atas unsur-unsur wilayah negara yang terdiri atas beribu-ribu pulau, sehingga dalam membentuk negara Bangsa Indonesia menentukan untuk mempersatukan berbagai unsur yang beranekaragam tersebut dalam suatu negara. 

 

Pada tahap berikutnya nilai-nilai yang ada pada local wisdom bangsa Indonesia tersebut, dikristalisasikan menjadi suatu system nilai hidup yang disebut Pancasila. Dalam uapayanya untuk membentuk suatu persekutuan hidup yang disebut negara maka bangsa Indonesia mendasarlkan pada suatu padangan hidupp yang telah dimilikinya yaitu Pancasila.


Esensi negara kesatuan adlaah terletak pada pandangan ontologies tentang hakikat manusia sebagai subjek pendukung negara. Menurut paham negara kesatuan negara bukan terbentuk secara organis dari individu-individu sebagaimana dijabarkan oleh Hobbes, Locke dan pemikir individualis lainnya, melainkan negara terbentuk atas dasar kodrat manusia sebagai invidu dan makhluk sosial. Hakikat negara persatuan bahwa negara adalah masyarakat itu sendiri.

 

Masyarakat pada hakikatnya mewakili diri pada penyelenggaraan negara, menata dan mengatur dirinya dalam negara dalam mencapai suatu tujuan hidupnya. Dalam hubugan ini negara tidak memandang masyarakat sebagai suatu objek yang berada di luar negara, melainkan sebagai sumber genetik dari dirinya. Masyarakat sebagai suatu unsur dalam negara yang tumbuh bersama dari berbagai golongan yang ada dalam masyarakat untuk terselenggaranya kesatuan hidup dalam suatu interaksi saling memeberi dan saling menerima antar wagranya. 

 

Sebagai suatu totalitas, masyarakat memiliki suatu kesatuan tidak hanya dalam arti lahiriah, melainkan juga dalam arti batiniah, atau kesatuan idea yang menjadi fondamen dalam kehidupan kebangsaan. Negara mengatasi semua golongan yang ada dalam masyarakat, negara tidak memihak pada slaah satu golongan, negara bekerja demi kepentingan seluruh rkayat. Konsep negara yang demikian adalah merupakan konsekuensi logis dari faham “negara adalah msyarakat itu sendiri”, dan faham bahwa antara negara dan masyarakat terdapat relasi hirerarkhi neo genetic. 

 

Masyarakat adlaha produk dari interaksi antara segenap golongan yang ada di dalamnya. Masyarakat mengorganisasikan diri dalam bentuk suatu negara. Dengan demikian negara adlaha produk dari interaksi antar golongan yang ada dalam masyarakat. Sebagai produk yang demikian maka “logic in itself” bahwa negara mengatasi segenap golongan yang ada dalam masyarakat.
 

Negara Kebangsaan Pancasila

Bangsa Indonesia terbentuk melalui suatu proses sejarah yang cukup pajang, sejak zaman kerajaan-kerajaan Sriwijaya, Majapahit serta dijajah oleh bangsa asing selama tiga setengah abad. Unsur masyarakat yang membentuk bangsa Indonesia terdiri atas berbagai macam suku bangsa, berbagai macam adat-istiadat kebudayaan dan agama, serta berdiam dalam suatu wilayah yang terdiri atas beribu-ribu pulau.

 

Oleh karena itu keadaan yang beraneka ragam tersebut bukanlah merupakan suatu perbedaan untuk dipertentangkan, melainkan perbedaan itu justru merupakan suatu daya penarik kearah suatu kerjasama persatuan dan kesatuan dalam suatu sintesis dan sinergi yang positif, sehingga keanekaragaman itu justru terwujud dalam suatu kerjasama yang luhur. 

 

Sintesis persatuan  dan kesatuan tersebut kemudian dituangkan dalam suatu asas kerokhanian yang merupakan suatu kepribadian serta jiwa bersama yaitu Pancasila. Oleh akrena itu prinsip-prinsip nasionalisme Indonesia yang berdasarkan Pancasila adlaah bersifat”majemuk tunggal”. Adapun unsur-unsur yang membentuk nasionalisme (bangsa) Indonesia adlah sebagai berikut:

  • Kesatuan Sejarah: bangsa Indonesia tumbuh dan berkembang dari suatu proses sejarah, yaitu sejak zaman prasejarah,zaman Sriwijaya, Majapahit kemudian penjajah, tercetus Sumpah Pemuda1928 dan akhirnya memproklamasikan sebagai bangsa yang merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945, dalam suatu wilayah negara Republik Indonesia.
  • Kesatuan Nasib: yaitu bangsa Indonesia terbentuk karena memiliki kesamaan nasib yaitu penderitaan penjajahan selama tiga setengah abad dan memperjuangkan demi kemerdekaan secara bersama dan akhirnya mendapatkan kegembiraan bersama atas karunia Tuhan Yang Maha Esa tentang kemerdekaan.
  • Kesatuan Kebudayaan: walaupun bangsa Indonesia memiliki keanekaragaman kebudayaan, namun keseluruhannya itu merupakan satu kebudayaan yaitu kebudayaan nasional Indonesia. Jadi kebudayaan nasinal Indonesia tumbuh dan berkembang diatas akar-akar kebudayaan daerah yang menysusnya.
  • Kesatuan Wilayah: bangsa ini hidup dari mencari penghidupan dalam wilayah Ibu Pertiwi, yaitu satu tumpah darah Indonesia.
  • Kesatuan Asas Kerokhanian: bangsa ini sebagai satu bangsa memiliki kesamaan cita-cita, kesamaan pandangan hidup dan filsafat hidup yang berakar dari pandangan hidup masyarakat Indonesia sendiri yaitu pandangan hidup Pancasila.


Hakikat Negara Integralistik

Pancasila sebagai asas kerokhanian bangsa dan negara Indonesia pada hakikatnya merupakan suatu asas kebersamaan, asas kekeluargaan serta religius. Dalam pengertian inilah maka bangsa Indonesia dengan keanekaragamannya tersebut mebentuk suatu kesatuan integral sebagai suatu bangsa yang merdeka. Bangsa Indonesia yang membentuk suatu persekutuan hidup dengan mempersatukan keanekaragaman yang dimilikinya dalam suatu kesatuan integral yang disebut negara Indonesia, Soepomo pada pertama BPUPKI tanggal 31 Mei 1945, mengusulkan tentang paham integralistik yang dalam kanyataan objektivnya berakar pada budaya bangsa. 

 

Namun hendaklah dibedakan dengan konsep negara integralistik sebagaimana dikembangkan oleh Spinoza, Adam Muiler dan Hegel. Adapun penjelmaan dalam wujud persekutuan hidup bersama adlah terwujud dalam suatu bangsa yang memiliki kesatuan yang integralistik. 

 

Dalam pengertian ini paham integralistik memberikan suatu prinsip bahwa negara adlah suatu kesatuan integral dari unsur-unsur yang menyusunya, negara mengatasi semua golongan bagian-bagian yang membentuk negara, negara tidak memihak pada suatu golongan betapapun golongan tersebut sebagai golongan terbesar. 

 

Negara dan bangsa adlah untuk semua unsur yang membentuk kesatuan tersebut. Dalam hubungan dengan masyarakat maka paham integralistik menggambarkan suatu masyarakat sebagai suatu kesatuan organis yang integral yang setiap anggota, bagian, lapisan, kelompok,golongan yang ada di dalamnya, satu dengan yang lain saling berhubungan erat dan merupakan satu kesatuan hidup. 

 

Eksistensi setiap unsur hanya berarti dalam hubungnnya dengan keseluruhan, setiap anggota, bagian, lapisan, kelompok dan golongan dalam masyarakat itu memiliki tempat, fungsi, dan kedudukan masing-masing yang diakui dihormati dan dihargai. Paham ini beranggapan bahwa setiap unsur merasa berkewajiban akan tercapainya keselamatan, kesejahteraan, dan kebahagiaan bersama.


Paham integralistik yang terkandung dalam Pancasila meletakkan asas kebersamaan hidup, mebedakan keselarasan dalam hubungan antar individu maupun masyarakat. Dalam pengertian ini paham negara integralistik tidak memihak kepada yang kuat, tidak mengenal dominasi mayoritas dan juga tidak mengenal tirani minoritas. 

 

Maka didalamnya terkandung nilai kebersamaan, kekeluargaan, ke-“Bhinneka Tunggal Ikaan”, nilai religius, serta keserasian. Pemnikiran negara integralistik yang telah berakar pada budaya bangsa Indonesia sejak zaman dahulu kala menurut Soepomo berbeda dengan paham integralistik versi Adam Muller, Hegel dan Spinoza. Negara Indonesia pada hakikatnya terdiri atas bagian-bagian yang secara mutlak membentuk suatu kesatuan. Bangsa Indonesia terdiri atas manusia-manusia sebagai individu, keluarga-keluarga, kelompok-kelompok, golongan-golongan, suku bangsa-suku bangsa, adapun wilayah terdiri atas pulau-pulau keseluruhannya itu merupakan suatu kesatuan baik lahir maupun batin.

 

BAB III

PENUTUP

 

KESIMPULAN

Aktualisasi merupakan suatu bentuk kegiatan melakukan realisasi antara pemahaman akan nilai dan norma dengan tindakan dan perbuatan yang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan aktualisasi pancasila, berarti penjabaran nilai-nilai pancasila dalam bentuk norma-norma, serta merealisasikannya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam aktualisasi Pancasila ini, penjabaran nilai-nilai Pancasila dalam bentuk norma-norma, dijumpai dalam bentuk norma hukum, kenegaraan, dan norma-norma moral. Sedangkan realisasinya dikaitkan dengan tingkah laku semua warga negara dalam masyarakat, berBangsa dan berNegara, serta seluruh aspek penyelenggaraan negara. 


Esensi negara kesatuan adlaah terletak pada pandangan ontologies tentang hakikat manusia sebagai subjek pendukung negara. Menurut paham negara kesatuan negara bukan terbentuk secara organis dari individu-individu sebagaimana dijabarkan oleh Hobbes, Locke dan pemikir individualis lainnya, melainkan negara terbentuk atas dasar kodrat manusia sebagai invidu dan makhluk sosial. Pancasila sebagai asas kerokhanian bangsa dan negara Indonesia pada hakikatnya merupakan suatu asas kebersamaan, asas kekeluargaan serta religius. Dalam pengertian inilah maka bangsa Indonesia dengan keanekaragamannya tersebut mebentuk suatu kesatuan integral sebagai suatu bangsa yang merdeka. 

 

Referensi

Kaelan, 2014, Pendidikan Pancasila, Yogyakarta: Penerbit Paradigma

 

Penulis

Ladangtekno

MEMAHAMI ARTI KEBANGKITAN NASIONAL - PANCASILA

logo kebangkitan nasional


Terbentuknya negara Indonesia dilatar belakangi oleh perjuangan seluruh masyarakat Indonesia. Sudah sejak lama Indonesia menjadi incaran banyak negara atau bangsa lain karena potensinya yang besar dilihat dari wilayahnya yang luas dengan kekayaan alam yang berlimpah. 


Kenyataannya ancaman datang tidak hanya dari luar, tetapi juga dari dalam. Terbukti, setelah perjuangan bangsa tercapai dengan terbentuknya NKRI, ancaman dan gangguan dari dalam juga timbul, dari yang bersifat kegiatan fisik sampai yang idiologis.

Pancasila adalah dasar filsafat negara republic Indonesia yang secara resmi di sahkan oleh PPKI pada tanggal 18 agustus 1945 dan tercantum dalam pembukaan UUD 1945 di undangkan dalam berita republic Indonesia tahun II No.7 bersama sama dengan batang tubuh UUD 1945.

Dalam perjalanan sejarah eksistensi pancasila sebagai dasar filsafat Negara Republik Indonesia mengalami berbagai macam interpreattasi dan manipulasi politik sesuai dengan kepentingan penguasa demi kokoh dan tegaknya kekuasaan yang berlindung di balik legitiminasi ideologi Negara pancasila.

Berdasarkan kenyataan tersebut diatas gerakan reformasi berupaya untuk mengembalikan kedudukan dan fungsi pancasila yaitu sebagai dasar Negara republik Indonesia, yang hal ini di reslisasikan melalui ketetapan sidang istimewa MPR tahun 1998 No.XVIII/MPR/1998 disertai dengan pencabutan P-4 dan sekaligus juga pencabutan pancasila sebagai satu-satunya asas bagi orsospol di Indonesia.


Baca Juga:


Pengertian Nasionalisme

Nasionalisme adalah suatu sikap politik dari masyarakat suatu bangsa yang mempunyai kesamaan kebudayaan, dan wilayah serta kesamaan cita-cita dan tujuan, dengan demikian masyarakat suatu bangsa tersebut merasakan adanya kesetiaan yang mendalam terhadap bangsa itu sendiri.

Demikian juga ketika kita berbicara tentang nasionalisme. Nasionalisme merupakan jiwa bangsa Indonesia yang akan terus melekat selama bangsa Indonesia masih ada. Nasionalisme bukanlah suatu pengertian yang sempit bahkan mungkin masih lebih kaya lagi pada zaman ini. 


Ciri-ciri nasionalisme di atas dapat ditangkap dalam beberapa definisi nasionalisme sebagai berikut:

  1. Nasionalisme ialah cinta pada tanah air, ras, bahasa atau sejarah budaya bersama.
  2. Nasionalisme ialah suatu keinginan akan kemerdekaan politik, keselamatan dan prestise bangsa.
  3. Nasionalisme ialah suatu kebaktian mistis terhadap organisme sosial yang kabur, kadangkadang bahkan adikodrati yang disebut sebagai bangsa atau Volk yang kesatuannya lebih unggul daripada bagian-bagiannya.
  4. Nasionalisme adalah dogma yang mengajarkan bahwa individu hanya hidup untuk bangsa dan bangsa demi bangsa itu sendiri.


Nasionalisme tersebut berkembang terus memasuki abad 20 dengan kekuatan-kekuatan sebagai berikut:

  1. Keinginan untuk bersatu dan berhasil dalam menyatukan wilayah dan rakyat;
  2. Perluasan kekuasan negara kebangsaan;
  3. Pertumbuhan dan peningkatan kesa-daran kebudayaan nasional dan
  4. Konflik-konflik kekuasaan antara bangsa-bangsa yang terangsang oleh perasaan nasional


Kini nasionalisme mengacu ke kesatuan, keseragaman, keserasian, kemandirian dan agresivitas. (Boyd C. Shafer, 1955, hal. 168).

Sebagai gejala historis nasionalisme pun bercorak ragam pula. Di Perancis, Inggris, Portugis dan Spanyol sebagian besar nasionalisme dibangun atas kekuasaan monarik-monarki yang kuat, sedangkan di Eropa Tengah dan Eropa Timur nasionalisme terutama dibentuk atas dasar-dasar nonpolitis yang kemudian dibelokkan ke nation-state yang sifatnya politis juga.

Namun banyak sarjana berpendapat bahwa nasionalisme mendapat bentuk yang paling jelas untuk pertama kali pada pertengahan kedua abad ke-18 dalam wujud revolusi besar Perancis dan Amerika Utara.


Menurut Profesor W. F. Wertheim, nasionalisme dapat dipertimbangkan sebagai suatu bagian integral dari sejarah politik, terutama apabila ditekankan pada konteks gerakan-gerakan nasionalisme pada masa pergerakan nasional.

Lagi pula Wertheim juga menegaskan bahwa faktor-faktor seperti perubahan ekonomi, perubahan sistem status, urbanisasi, reformasi agama Islam, dinamika kebudayaan, yang semuanya terjadi dalam masa kolonial telah memberikan kontribusi perubahan reaksi pasif dari pengaruh Barat kepada reaksi aktif nasionalisme Indonesia. 

Faktor-faktor tersebut telah diuraikan secara panjang lebar dalam bab-bab buku karangannya yang berjudul: Indonesian Society in Transision: A Study of Social Change (1956).


Pertumbuhan nasionalisme Indonesia ternyata tidak sederhana seperti yang diduga sebelumnya. Selama ini nasionalisme Indonesia menunjukkan identitasnya pada derajat integrasi tertentu.


Nasionalisme sekarang harus dapat mengisi dan menjawab tantangan masa transisi. Tentunya nilai-nilai baru tidak akan menggoncangkan nasionalisme itu sendiri selama pendukungnya yaitu bangsa Indonesia tetap mempunyai sense of belonging, artinya memiliki nilai-nilai baru yang disepakati bersama. 


Nasionalisme pada hakekatnya adalah untuk kepentingan dan kesejahteraan bersama, karena nasonalisme menentang segala bentuk penindasan terhadap pihak lain,baik itu orang per orang, kelompok-kelompok dalam masyarakat, maupun suatu bangsa. Nasionalisme tidak membeda-bedakan baik suku, agama, maupun ras.

 

Hal – hal yang mendorong munculnya faham nasionalisme antara lain:

  1. Adanya campur tangan bangsa lain misalnya penjajahan dalam wilayahnya.
  2. Adanya keinginan dan tekad bersama untuk melepaskan diri dari belenggu kekuasaan absolut, agar manusia mendapatkan hak–haknya secara wajar sebagai warga negara.
  3. Adanya ikatan rasa senasib dan seperjuangan.
  4. Bertempat tinggal dalam suatu wilayah.


Sejarah munculnya faham nasionalisme di dunia, juga tidak lepas dari pengaruh perang kemerdekaan Amerika Serikat terhadap Revolusi Perancis dan meletusnya revolusi industri di Inggris. Melalui revolusi perancis, paham nasionlisme meyebar luas ke seluruh dunia. 


Prinsip – prinsip nasionalisme, menurut Hertz dalam bukunya Nationality in History and Policy, antara lain:

  1. Hasrat untuk mencapai kesatuan
  2. Hasrat untuk mencapai kemerdekaan
  3. Hasrat untuk mencapai keaslian
  4. Hasrat untuk mencapai kehormatan bangsa.

 

Pengertian Konsepsi Dasar Ketahanan Nasional

Konsepsi ketahanan nasional Indonesia adalah konsepsi pengembangan kekuatan nasional melalui pengaturan dan penyelenggaraan kesejahteraan yang selaras, serasi dan seimbang dalam seluruh aspek kehidupan secara utuh dan menyeluruh dan terpadu berlandaskan Pancasila, UUD 45 dan wawasan nusantara.

 

Dengan kata lain, konsepsi ketahanan nasional Indonesia merupakan sarana untuk meningkatkan keuletan dan ketangguhan bangsa yang mengandung kemampuan mengembangkan kekuatan nasional dengan pendekatan kesejahteraan dan keamanan.

 

Kesejahteraan ialah kemampuan bangsa dalam menumbuhkan dan mengembangkan nilai-nilai nasionalnya demi sebesar-besarnya kemakmuran yang adil dan merata rohani dan jasmani. Keamanan ialah kemampuan bangsa Indonesia melindungi nilai-nilai nasionalnya terhadap ancaman dari luar maupun dari dalam.


Tujuan Ketahanan Nasional

Tujuan ketahanan nasional pada dasarnya untuk menghadapi ancaman, tantangan, hambatan,dan gangguan (ATHG). Jadi semakin kuat ketahanan nasional suatu bangsa semakin dapat menjamin kelangsungan hidup atau survival hidup suatu bangsa dan Negara. 

 

Oleh karena itu, sekarang yang dibutuhkan adalah bagaimana membangun ketahanan nasional nasional secara bottom up approach melalui pembinaan tingkat ketahanan dari mulai ketahanan nasional, ketahanan daerah, ketahanan lingkungan, ketahanan keluarga dan ketahanan pribadi. 

 

Dengan pembangunan ketahanan nasional melalui pendekatan dari bawah maka diharapkan dapat tercapai kondisi keamanan nasional yang menjamin kelangsungan hidup bangsa dan Negara dan sekaligus pelaksanaan pembangunan di berbagai daerah secara merata. 

 

Contoh Bentuk-bentuk ancaman menurut Doktrin Hankamnas (catur dharma eka karma):

  1. Ancaman dari dalam negeri, Contohnya adalah pemberontakan dan subversi yang berasal atau terbentuk dari masyarakat indonesia.
  2. Ancaman dari luar negeri, Contohnya adalah infiltrasi, subversi dan intervensi dari kekuatan kolonialisme dan imperialisme serta invasi dari darat, udara dan laut oleh musuh dari luar negeri.


Kebangkitan Nasional

Di Indonesia terjadi gejolak kebangkitan akan kesadaran berbangsa yaitu Kebangkitan Nasional (1908) di pelopori oleh Dr. Wahidin Sudirohusodo dengan Budi Utomonya. Gerakan inilah yang memiliki kehormatan awal gerakan nasional untuk mewujudkan suatu bangsa yang memiliki kehormatan akan kemerdekaan dan kekuatanya sendiri.


Budi Utomo yang berdiri pada tanggal 20 Mei 1908 inilah yang merupakan pelopor pergerakan nasional yang menimbulkan munculnaya organisasi-organisasi pergerakan lainnya seperti Sarekat Dagang Islam (SDI) 1909 dan berubah menjadi gerakan politik menjadi Sarekat Islam (SI) 1991 di bawah H.O.S Cokroaminoto,Indische Partij (1913) yang dipimpin oleh tiga serangkai yaitu : Douwes Dekker, Ciptomangunkusumo, Suardi Surya Ningrat (Ki Hajar Dewantoro), Partai Nasional Indonesia (PNI),

 

kemudian di ikuti dengan sumpah pemuda pada tanggal 28 oktober 1928 yang isinya : 

“SATU TANAH AIR, SATU BANGSA DAN SATU BAHASA INDONESIA”. 

Dan lagu Indonesia Raya pertama kali di kumandangkan dan sekaligus sebagai penggerak Kebangkitan Kesadara Berbangsa.


Kemudian PNI di ganti dengan Partai Indonesia yang di singkat dengan Partindo (1931). Moh. Yamin dan St. Syahrir mendirikan PNI baru yaitu Pendidikan Nasional Indonesia (1933) dengan semboyan,kemerdekaan Indonesia harus di capai dengan kekuatan sendiri.


Meninjau Ulang Konstribusi Nasionalisme Terhadap Kebangkitan

Nasionalisme seringkali diharapkan sebagai energi yang dapat membangkitkan suatu bangsa, masyarakat dan negara agar negara tersebut dapat mengetahui potensi kekuatan nasionalnya untuk dikembangkan menuju cita-cita yang diharapkan yaitu masyarakat yang aman, damai, adil, makmur dan sentosa. 

 

Oleh karena itu, nasionalisme sebagai suatu wacana dapat berhasil memperoleh posisi dominan sampai saat ini antara lain disebabkan oleh:

  1. Perkembangan negara dan sistem pemerintahan yang disentralisasikan sehingga mengubah titik kesetiaan seseorang kepada tokoh bangsawan tertentu yang bergabung menjadi satu kekuatan kepada satu otoritas pusat.
  2. Tumbuhnya perdagangan dan perusahaan-perusahaan yang memerlukan daerah luas menuntut pemeliharaan tata tertib.
  3. Perkembangan bahasa dan kepustakaan nasional sangat membantu pertumbuhan paham dan ajaran nasionalisme serta nilai-nilai kebudayaan bangsa.
  4. Pendidikan nasional berkembang dengan pesat, sebagai akibat mundurnya pendidikan yang didasarkan pada prinsip dari luar. Melalui pendidikan-lah gagasan nasionalisme ditanamkan dan diperkembangkan.
  5. Teori kedaulatan rakyat sebagai sumber daripada kekuasaan pemerintah (penguasa) mulai menempati faham tentang kedaulatan raja yang sudah mengalami kemunduran sejak abad ke-18.


Kesimpulan

Seakan-akan, nasionalisme menjadi harga mati untuk setiap masyarakat dalam suatu bangsa. Jika tidak nasionalis, maka pasti akan diidentikkan dengan konotasi yang buruk. 

 

Padahal kita perlu menelusuri, dalam tataran prakteknya, seringkali orang-orang yang mempropagandakan nasionalisme itu kurang atau tidak nasionalis. Sebagai contoh: berperilaku hedonis dan ke-barat-baratan, menjual aset-aset sumber daya alam khususnya sumber energi dan pangan yang strategis kepada pihak asing namun justru sibuk-sibuk mencari sumber daya alternatif ketika sumber daya alam tersebut sudah dirampok. 

 

Lagipula, sistem nasionalisme dan nation-state dianggap dunia barat sudah tidak terlalu relevan lagi terbukti dengan adanya Uni Eropa yang berbentuk region-state. Kenichi Ohmae pun sempat mengemukakan bahwa yang berkuasa di era globalisasi saat ini adalah bukan nasionalisme dan negara bangsa melainkan pasar modal, karena sistem internasional yang dominan bercorak neoliberal.


Ladangrkno